RSS

Asuransi Haram

Dwi Condro Triono, Pakar Ekonomi Islam

‪#‎Perempuan‬ ‪#‎Ekonomi‬
‪#‎IndonesiaMilikAllah‬

Menurut pandangan Islam, asuransi itu hukumnya haram. Sebab, tidak memenuhi ketentuan akad dhaman (pertanggungan)
dalam fiqih Islam. Sebab pada asuransi, hanya ada dua pihak, bukan tiga pihak sebagaimana dalam dhaman. Dua pihak tersebut: Pertama, penanggung (dhamin), yaitu peserta asuransi; kedua, pihak yang mendapat tanggungan (madhmun lahu), yaitu juga para peserta asuransi.

Jadi dalam asuransi syariah tak terdapat pihak ketiga, yaitu pihak tertanggung (madhmun anhu). Perusahaan asuransi juga tidak bisa disebut pihak penanggung (dhamin), karena tidak memiliki kemampuan finansial untuk menjadi penanggung. Dana yang akan digunakan untuk menanggung justru berasal dari pihak yang akan mendapat tanggungan (madhmun lahu).

Penerapan UU SJSN dan UU BPJS merupakan konsekuensi dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme di Indonesia. Sistem ini memberi kebebasan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk memperebutkan “kue” ekonomi yang ada di suatu negara. Dalam sistem ini sudah tidak mengenal lagi batas-batas norma dan etika lagi. Prinsipnya, di mana ada peluang, maka itu akan mereka “makan”.

Di sisi lain, akibat kemiskinan yang mendera, telah menyebabkan sebagian besar rakyat Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, termasuk kebutuhan kesehatannya. Hal itu dilihat oleh kaum kapitalis sebagai peluang bisnis yang besar, khususnya yang bergerak dalam bisnis asuransi.

Basis dari bisnis asuransi hanyalah memanfaatkan kekhawatiran dan ketidakpastian yang dihadapi seseorang, sehingga mau membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi untuk menjamin masa depannya. Bisnis asuransi keuntungannya akan semakin besar apabila pesertanya semakin banyak. Maka, kita tidak bisa membanyangkan, berapa keuntungan yang bisa dikeruk, apabila pesertanya itu diwajibkan pada seluruh rakyat Indonesia di bawah “tekanan” UU tersebut.[]
 
 
NB: Artikel ini diambil dari Media Umat, 19/12/2012

Insya Allah atau In Shaa Allah

lebih dari ratusan kali saya ditanya tentang perkara ini, berkaitan dengan penulisan transliterasi bahasa Arab, mudah-mudahan status ini jadi penjelas sebagaimana seharusnya. Pertama-tama, bahasa Arab dan bahasa Indonesia tentu berbeda, bila bahasa Indonesia disusun berdasarkan huruf alfabet A-B-C dan seterusnya, sama seperti bahasa Inggris, tidak dengan bahasa Arab. Bahasa Arab tersusun dari huruf hijaiyah semisal ا (alif), ب (ba), ت (ta) dan seterusnya.

Perbedaan inilah yang akhirnya mengharuskan adanya transliterasi (penulisan bahasa asing kedalam bahasa Indonesia), misalnya, kata الله dalam bahasa Arab, bila di-transliterasikan ke dalam bahasa Indonesia bisa jadi “Allah”, “Alloh”, “Awloh” atau apapun yang senada dengan bacaan asli Arabnya, tergantung kesepakatan transliterasi. Bila orang Indonesia sudah nyaman membaca tulisan الله dengan transliterasi “Allah” ya tidak perlu diganti dengan “Alloh” atau “Awloh”, toh bacanya juga sama walau tulisannya beda :)

by the way, bahkan kalo orang nulis Allah dengan huruf kecil juga nggak dosa, karena dalam bahasa Arab aslinya الله pun nggak ada huruf besar dan huruf kecil :D hanya kembali lagi, karena transliterasi dan penghormatan kepada Dzat Yang Maha Agung, ya sejatinya sudah kita tulis dengan “Allah”

ok, sekarang, Insya Allah atau In Shaa Allah?

yang bener إن شاء الله hehe..

jadi kita bedah begini ceritanya

إن = bila
شاء = menghendaki
الله = Allah

jadi artinya إن شاء الله = bila Allah berkehendak

nah, balik lagi ke transliterasi, terserah kesepakatan kita mau mentransliterasikan huruf ش jadi apa? “syaa” atau “shaa”?, kalo di negeri berbahasa Inggris sana, kata ش diartikan jadi “shaa”, kalo di Indonesia jadi “syaa” masalahnya di Indonesia, huruf ص sudah ditransliterasikan jadi “shaa”, kalo disamain jadi tabrakan deh..

saya pribadi lebih suka mentransliterasikan إن شاء الله jadi “InsyaAllah”, lebih simpel dan sesuai transliterasi bahasa Indonesia :) nah, bagaimana katanya kalo ada yang bilang “InsyaAllah” berarti artinya “menciptakan Allah?”, naudzubillahi min dzalik…

karena yang satu ini beda lagi masalahnya :) karena إنشاء (menciptakan/membuat) beda dengan إن شاء (bila menghendaki) dan pemakaiannya dalam kalimat berdasarkan kaidah bahasa Arab pun berbeda bunyinya, bila إن شاء الله dibacanya “InsyaAllahu” (bila Allah menghendaki) bila إنشاء الله dibacanya “Insyaullahi” (menciptakan Allah)

Kesimpulannya? :)

Jadi kalo kita nulis pake “InsyaAllah”, atau “In Syaa Allah”, atau “In Shaa Allah” bacanya sama aja dan artinya sama aja, yaitu “bila Allah menghendaki”, jadi nggak ada arti lainnya :) yang paling bagus, ya udah, nulis dan ngomong pake bahasa Arab aja sekalian, lebih aman hehe..
(tapi yang nulis pun bakal kesulitan hehehe..)


NB :
sumber ini didapat dari http://felixsiauw.com/home/insya-allah-atau-in-shaa-allah/

Saya Ingin Memilih

Sebenarnya saya tidak ingin golput Saudara !
Saya ingin memilih orang-orang shaleh yang cendekia, yang peduli pada nasib rakyat, amanah saat bekerja, dan berani menentang arus koruptif yang merajalela.
 
Tapi di manakah orang-orang langka itu kini berada? 
Ternyata mereka tidak dicalonkan oleh partai-partai yang ada...
Karena mereka bukan kader, bukan kerabat atau teman ketua,juga tidak mampu mempersembahkan "gizi" dan "amunisi" yang diminta. Kalaupun dicalonkan, mereka ditaruh di dapil-dapil kering merana,
 yang insya Allah di situ partai akan sedikit mendulang suara. Lantas saya harus memilih siapa ?

Sebenarnya saya tidak ingin golput Saudara !
Saya ingin memilih partai yang serius membangun bangsa, mengedukasi rakyat tentang politik luhur tak hanya jelang pilihan raya, 
mengadvokasi rakyat ketika ada yang salah pada kebijakan penguasa, mengagregasi rakyat agar bersatu dalam bhinneka tunggal ika, dan mengartikulasi suara rakyat yang sesuai nurani mereka.


Tapi di manakah partai-partai langka itu kini berada?
 Ternyata tidak lolos verifikasi administrasi dari KPU mereka, karena mereka tidak ingin memenuhi beberapa prosedur secara rekayasa. Bila terpilih pun, belum tentu mereka akan duduk di kursi singgasana, karena ada aturan parlementary threshold dan seabreg yang lainnya.
Sebenarnya saya tidak ingin golput Saudara !
Saya ingin memilih politisi yang paham demokrasi dengan sempurna, agar di parlemen nanti dia tidak menciptakan hukum yang dibenci surga. Tetapi saya ingin dengar dari mulut mereka,
 janji yang serius untuk mengganti semua UU yang durhaka,menjadi sistem yang taat pada Sang Pencipta Jagad Raya.


Tapi di manakah politisi langka itu kini berada? Ternyata mereka tidak mencalonkan diri dipilihan raya, karena mereka tidak ingin mengikuti logika jumlah suara,
 entah suara kyai dengan suara pelacur sama harganya, atau suara cendekia sudah dikebiri suara para pengusaha. Mereka juga belum melihat pemilu akan mengganti suasana, karena tergantung juga seberapa "tersesat" kita kini tengah berada.
 Mereka yang tersesat hanya akan memilih penyesat sebagai juara,bahkan yang luruspun akan berpura-pura menjadi terperdaya ...
Sebenarnya saya tidak ingin golput Saudara !
Saya ingin ikut berjuang bersama orang-orang yang berbuat nyata! Memperbaiki negeri dari dasarnya, bukan sekedar membangun citra! 
Bukan yang mengajak orang memilih, lalu lima tahun melupakannya! Saya takut pada hari di mana diminta pertanggung jawaban kita.
"Mengapa kau pilih dia padahal dia tidak berhukum pada Kitab-Nya?"
 "Mengapa kau pilih dia padahal dengan penjajah dia bermanis muka?"
 
"Mengapa kau pilih dia padahal umat tak pernah dibelanya?"
 "Mengapa kau pilih dia padahal dia tak jelas kompetensinya?" 
"Mengapa kau pilih dia padahal di sidang tak pernah terdengar suaranya?" 
"Mengapa kau pilih dia padahal soal lancung partainya itu sudah biasa?"
 
Aduh kepada Tuhan nanti saya harus bilang apa?

 Dan saya pun sayup-sayup mendengar juga ...
"Jangan golput, nanti pihak sana yang mendominasi dan berkuasa!"
"Jangan golput, itu sikap paling pengecut dan sangat tidak dewasa!"
"Jangan golput, itu perbuatan setan karena membuat pemilu sia-sia!"
 Tapi saya harus memilih siapa?Memilih dia? Mengikuti pilihannya ? enak saja ...
Lalu ada yang angkat bicara, "Kenapa tidak Anda saja calegnya?" 
"Iya kenapa Anda tidak bikin partai saja, biar kita bisa pilih bersama?"

"Supaya kita juga ada pilihan dan tidak hanya bermuram-durja?"

Betul, tapi ini sebuah kompetisi yang dirancang tidak untuk kita! Ini sebuah kompetisi untuk mengokohkan hegemoni penguasa dunia! 
Ini sebuah kompetisi yang tak mungkin kita menangkan selamanya!

 "Lho, belum-belum Anda sudah putus asa ?" Tidak, tetapi sejarah telah berulang kali membuktikannya! Maka Teladan Utama kita menunjukkan jalan yang teruji bijaksana.Yakni jalan dakwah, mengubah pribadi dan opini umum kaumnya.
 Lalu merebut hati orang-orang kuat agar mendukung tanpa syarat apa-apa. 
Karena tanpa perubahan opini umum, partai terbaikpun tak dapat suara.Dan tanpa merebut hati orang kuat, kemenangan itu fatamorgana.

 "Tapi jalan dakwah itu lama, bagaimana kalau besok kita sudah binasa?" Betul, jalan dakwah itu berliku dan membosankan mayoritas kita!Tapi ini jalan yang diwariskan para Nabi yang mulia!

Nabi Nuh telah berdakwah sembilanratus limapuluh tahun lamanya! Nabi Muhammad menolak tawaran Quraisy untuk berkuasa,
 selama itu tidak untuk menerapkan apa yang diwahyukan Rabb-nya. 

Jadi, kalau ingin kami tidak golput Saudara, jangan hujat kami dengan kata-kata yang menambah kami terluka! Tetapi perbaikilah dan pantaskanlah caleg dan partai Anda! 
Tunjukkanlah keseriusan untuk meninggikan kalimat Allah azza wa jalla.Tunjukkanlah kompetensi yang pantas dalam soal akherat dan dunia. Dan tak perlu bermanismuka dengan penjajah siapapun wujudnya.

Insya Allah masih ada masa, dan kami bersama Anda!

@UstFahmiAmhar